Pages

SELAMAT DATANG DI BLOG SEKSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN TANGERANG

Draft PERBUB BTQ



BUPATI KABUPATEN TANGERANG
PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANERANG
NOMOR : ........ TAHUN 2014

TENTANG

STANDAR MUATAN LOKAL BACA TULIS ALQUR”AN
SEKOLAH DASAR (SD), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP),
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KABUPATEN TANGERANG

Menimbang           : a.  bahwa ketentuan pasal 39 ayat (4) Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang   Nomor ........ Tahun 2014 tentang penyelenggaraan Pendidikan merumskan bahwa setiap pendidikan wajib melaksanakan pendidikan muatan lokal baca dan tulis Al-Qur’an bagi peserta didik yang beragama islam;
b.  bahwa untuk melaksanakan pendidikan muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu standar pendidikab muatan lokal baca dan tulis Al-Qur”an pada jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK.
C. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Kabupaten Tangerang tentang standar Pendidikan Muatan Lokal Baca tulis Al-Qura”an Pada Jenjang Pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK
Mengingat     :1. Undang-Undang No............Tshun .......... tentang pembentukan Daerah       Kabupaten  dalam lingkungan Propinsi Banten Juncto Undang-undang Nomor ...... Tahun .......... tentang Perubahan batas wilayah dan Daerah tingkat II Kabupaten Tangerang ( Lembaran Negara Republik indonesia Tahun.......... No.........)
  2.  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang  sistem Pendidikan Nasional ( Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Nomor 59 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).

    4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (   Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45)
 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan  Perundang-Undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor19 Tahun 2005 tentang  Standar Pendidikan Nasiona ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Noor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negaral. Republik Indonesia Nomor 4836).
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang  Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang    standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
10.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang  Pembentukan Produk Hukum Daerah.
11.Peraturan Daerah Kabupaten .................................... Nomor ......... Tahun        ........... tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten .............................. ( Lembaran Daerah Kabupaten ....................... Nomor .................... Tahun ..................... ).

MEMUTUSKAN
Menetapkan           :  STANDAR PENDIDIKAN MUATAN LOKAL BACA TULIS AL-QURAN SEKOLAH DASAR (SD), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP), SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK).





BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1.    Bupati adalah Bupati Kabupaten Tangerang.
2.    Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang.
3.    Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur normal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
4.    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekutan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
5.    Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
6.    Penyelenggaraan pendidikan adalah sistem pengelolaan yang mencangkup seluruh kegiatan pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal sesuai kewenangan Pemerintah Kabupaten Tangerang.
7.    Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegitan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
8.    Muatan lokal adalah kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang di sesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termaksud keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
9.    Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
10. Standar kompetensi adalah kemapuan yang diharapkan dapat di capai peserta didik dan warga belajar melalui proses pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.
11. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
12. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,tutor, instruktur,fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpatisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
13. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
14. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan.
15. Standar Nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
16. Standar Daerah Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem Pendidikan di kabupaten Tangerang yang merupakan pengembangan dari Standar Nasional Pendidikan.
17. Standar Pendidikan Muatan lokal adalah Standar yang mencakup lingkup materi minimal meliputo sikap, pengetahuan, dan keterampilan, pada tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan pada pendidikan muatan lokal dalam jenis dan jenjang pendidikan tertentu.


FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Fungsi Standar pendidikan muatan lokal baca tulis Al quran adalah sebagai pedoman pelaksanaan pembejaran baca dan tulis al quran dalam rangka mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang agamis dan martabat dalam rangka mencerdasaskan kehidupan bangsa di Kabupaten Tangerang.
Pasal 3
Tujuan pendidikan muatan lokal baca dan tulis Al quran adalah agar peserta didik :
a.         Mampu membaca, menulis, menghafal, menterjemahkan dan memahami Al quran
b.        Memiliki prilaku yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan.
c.         Memiliki keseimbangan antara iman dan taqwa (IMTAQ) serta ilmu pengetahuan dan teknolog (IPTEK)
BAB III
PENYELENGGARAAN

Pasal 4
(1)      Prinsip Penyelenggaraan pendidikan mutan lokal baca dan tulis Al quran adalah memenuhi kompetensi dasar pada jenjang pendidikan ditingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas ( SMA) dan sekolah menegah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun Swasta.
(2)      Materi Pendidikan muatan lokal baca dan tulis Al quran diselengganrakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang beragama islam agar dapat membaca dan menulis Al quran pada jenjang pendidikan ditingkat SD, SMP, SMA,dan SMK.
(3)      Pendidikan muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam jam pelajaran Baca dan tulis Al quran sebanyak 2 (dua) jam pelajaran setiap minggu pada semua jenjang pendidikan tingkat SD, SMP, SMA dan SMK.

BAB IV
STANDAR KOMPETENSI

Pasal 5

(1) Standar komptensi penyelenggaraan pendidikan muatan lokal baca dan tulis Al quran adalah sebagai berikut :
a.       Standar kompetensi pada jenjang SD, adalah penentuan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan dasar yaitu mulai dari mengenal dan menulis huruf hijaiyah sampai dengan kemampuan membaca lafaz dalam baca AL qran.
b.      Standar kompetensi jenjang pada SMP, adalah penentuan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan menengah yaitu mulai adari menerapkan hukum baca tajwid sampa dengan bacaan gharib.
c.       Standar kompetensi jenjang SMA, SMK, adalah penentuan kompetensi yang di dasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan lanjutan yaitu dari mulai membaca, menulis sampai dengan memahami ayat-ayat suci Al Quran sesuai dengan kompetensinya.
(2) Rincian standar kompetensi pendidikan muatan lokal baca dan tulis Al Quran sebagaimana dimaksud diktum kesatu tertuang dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 6

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini akan ditetapkan lebih lanjut dalam petunjuk pelaksanaan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 7

Pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan muatan lokal baca dan tulis Al Quran dilaksanakan secara bertahap mulai Tahun Pelajaran 2014/2015.

Pasal 8
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah kabupaten tangerang.

Ditetapkan di Tangerang
Pada tanggal, ...................................... 2014
BUPATI KAB. TANGERANG


(..............................................)
Diundangkan di Kab. Tangerang
Pada Tanggal, .......................... 2014
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TANGERANG



(........................................ )

SEJARAH PAI DI INDONESIA SEJAK ORDE LAMA, ORDE BARU, HINGGA ERA REFORMASI


SEJARAH PAI DI INDONESIA SEJAK ORDE LAMA, ORDE BARU, HINGGA ERA REFORMASI
 (SebuahTelaah Historis Oleh : Drs. Alkomi Ashari, M.Pd.I)
Bag.Ke 1 (Satu)

A.      PENDAHULUAN
Pendidikan secara umum bila  ditilik dari segi sejarah sudah sangat tua, karena tidak dapat dipisahkan dari perkembangan filsafat atau sama tuanya dengan filsafat.  Pendidikan sekarang merupakan perkembangan dari pendidikan yang dimulai dari pertama kalinya  berjalan. Yaitu ketika seseorang timbul pertanyaan tentang sesuatu. Pendididikan Islam dilihat dari sejarah sama tuanya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam perjalanan yang panjang itupun Pendidikan Islam telah mengalami jatuh-bangun untuk terus membangun bangsa Indonesia.
Semenjak Indonesia mencapai kemerdekaannya dalam tahun 1945, kembalilah bangsa Indonesia mempunyai sistem pendidikannya sendiri setelah selama penjajahan diberi pendidikan colonial oleh pemerintah Belanda dan pendidikan berdasarkan agama Kristen oleh missi dan zending. Sebelum masa penjajahan bangsa Indonesia telah mempunyai Pendidikan Islam dalam bentuk pondok pesantren di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Pendidikan dalam pondok pesantren ini  telah melalui zaman penjajahan dan sampai sekarang masih terus hidup, diasuh oleh Departemen Agama. System pendidikan agama Islam ini lengkap pula dengan  adanya tingkatan-tingkatan yang sama dengan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Sekolah Tinggi di dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Pendidikan Nasional-pent). Kedua system pendidikan itu paralel.[1]
Bangsa Indonesia memasuki kemerdekaannya tidaklah dengan rencana yang kosong dalam bidang pendidikan. Sebab bersamaan dengan penyusunan Undang-Undang Dasar bekerja pula  dalam Panitia Persiapan Penyelidik Kemerdekaan Indonesia suatu ”sub Panitia Pendidikan dan Pengajaran” dengan anggota-anggotanya: Ki Hajar Dewantoro (ketua), Prof. Dr. Husein jajadiningrat, Prof.Dr. Asikin, Prof.Dr. Rooseno, Ki Bagus Hadji Hadikoesoemo, Kyai Hadji Mansyhur.[2]
Demikian perjuangan dari berbagai pihak untuk membangun bangsa ini dengan fikiran dan fisiknya sampai masa sekarang, lalu bagaimana kebijakan pemerintah terhadap Pendidikan Islam pada masa orde lama, orde baru hingga era reformasi.
Tulisansederhana ini akan menganalisaseputarsejarahkebijakan pemerintah terhadap  Pendidikan Agama Islam di Indonesia pada masa orde lama, orde baru, hingga era reformasi.

B.       PEMBAHASAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran  agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. [3] dalam hal ini pendidikan umum disebut sebagai Pendidikan Nasional, pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap pada tuntutan perubahan zaman.[4]
Pendidikan merupakan proses mendidik, yaitu suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya. Setiap manusia pada umumnya  menginginkan pendidikan. Makin banyak dan makin tinggi pendidikan seseorangakanmemilikikualitas makin baik, bahkan, tiap warga Negara diharapkan agar terus belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan merupakan faktor prioritas yang perlu dibangun dan ditingkatkan mutunya, baik di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan.
Pendidikan adalah asset masa depan suatu bangsa dalam membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Setiap daerah dituntut menciptakan pendidikan yang bias menigkatkan kualitas SDM-nya sesuai dengan  situasi dan kebutuhan daerah. Namun peningkatan SDM ini perlu ditangani oleh sistem pendidikan yang baik, pengelola yang professional, tenaga guru yang bermutu, sarana belajar yang cukup, dan anggaran pendidikan  yang cukup dan memadai. Selama ini semua subsistem pendidikan tadi dikelola oleh pusat dan ketika otonomi daerah mulai dilaksanakan, daerah akan semakin leluasa untuk menentukan sistem pendidikan yang akan diterapkan didaerahnya. Namun, dalam rangka menyikapi realitas ini, daerah tidak perlu terlalu berlebihan dengan mengesampingkan program nasional. Dalam arti bahwa sistem yang digunakan di daerah, tetap mengacu pada program nasional yaitu pemerataan pendidikan , peningkatan mutu, efesiensi, dan relevansi.[5]
  1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).
Pendidikan Agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.[6]
Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Djamaluddin (1999) Pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi yaitu :
1)       Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
2)       Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
3)       Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memilihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan hidup suatu masyarakat dan peradaban.
4)       Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasil di akhirat.
An-Naquib Al-Atas yang dikutip oleh Ali mengatakan Pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ).
Adapun Mukhtar Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar mengatakan Pendidikan Ialam adalah seganap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkan program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12).
Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaga maupun dalam kegiatan-kegiatan yang      diselenggarakan (Soebahar2002:13).
Kendati dalam peta pemikiran Islam upaya menghubungkan Islam dengan pendidikan masih diwarnai banyak perdebatan
, namun yang pasti korelasi Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang mereka sejak awal mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara ontologis, epistimologis maupun aksiologis.
Yang dimaksud dengan Pendidikan Islam disini adalah : pertama ia merupakan suatu upaya atau proses yang dilakukan secara sadar dan terencana membantu peserta didik melalui pembinaan asuhan bimbingan dan pengembangan potensi mereka secara optimal agar nanti dapat memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai keyakinan dan pandangan hidup demi keselamatan di dunia dan akherat. Kedua merupakan usaha yang sistimatis pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik atau tiap individu dalam memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam secara utuh demi terbentuk kepribadian yang utama menurut ukuran islam. Dan ketiga merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak didik untuk diarahkan mengikuti jalan yang islami demi memperoleh keutamaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Menurut Fadalahil Al-Jamali yang dikutip oleh Muzayyin Arifin Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar  (fitrah) dan kemampuan ajar (2003: 18).          Maka dengan demikian Pendidikan Islam dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Islam sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia baik dari aspek rohaniah jasmaniah dan juga harus berlangsung secara hirarkis. oleh karena itu Pendidikan Islam merupakan suatu proses kematangan perkembangan atau pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan transformatif dan inovatif.
Pendidikan Islam sebagaimana rumusan diatas menurut Abd Halim Subahar ( 1992 : 64) memiliki beberapa prinsip yang membedakan dengan pendidikan lain. Prinsip Pendidikan Islam antara lain :
·         Prinsip tauhid
·         Prinsip Integrasi
·         Prinsip Keseimbangan
·         Prinsip persamaan
·         Prinsip pendidikan seumur hidup dan
·         Prinsip keutamaan.
Sedangkan tujuan Pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut  :
·         Untuk membentuk akhlakul karimah.
·         Membantu pesertadidikdalammengembangkanaspek kognitif, afektif dan psikomotorik guna memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai pedoman hidup sekaligus sebagai control terhadap pola fikir, pola laku dan sikap mental.
·         Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dangan membentuk mereka  menjadi manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia memiliki pengetahuan dan keterampilan berkepribadian integrative mandiri dan menyadari sepenuh peranan dan tanggung jawab diri di muka bumi ini sebagai Abdullah dan khalifatullah.
Dengan demikian sesungguh Pendidikan Islam tak saja fokus pada education for the brain tetapi juga pada education for the heart. Dalam pandangan Islam karena salah satu misi utama Pendidikan Islam adalah dalam rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin maka ia harus seimbang sebab bila ia hanya focus pada pengembangan kreatifitas rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional maka manusia tak akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri bahkan yang terjadi adalah demoralisasi yang menyebabkan manusia kehilangan identitas dan mengalami kegersangan psikologis, dia terperangkap pada kejumawaan dunia scientific approach/knowledge yang selalu bicara sebatas pada disiplin ilmu pengetahuan teoritis semata akan tetapi tanpa sadar lupa betapa pentingnya nilai estetika dan etika, budi pekerti luhur dan akhlakul karimah
Demikian pula Pendidikan Islam mesti bersifat integralistik ituberartikarenaia harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh kesatuan jasmani rohani kesatuan intelektual emosional dan spiritual kesatuan pribadi dan sosial dan kesatuan dalam melangsungkan mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya. [7]
Pendidikan Islam merupakan pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran dasar agama Islam yakni al-Qur’an dan al-Hadits. Sebagaimana dijelaskan bahwa “dasar Pendidikan Islam sudah jelas dan tegas, yaitu firman Tuhan dan sunah Rasulullah SAW., kalau pendidikan diibaratkan bangunan, maka al-Qur’an dan haditslah yang menjadi fundamennya”[8]
Menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai dasar Pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keyakinan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat di buktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman pertama dalam Islam al-Qur’an tidak ada sedikitpun keraguan padanya. Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya, baik dalam pembinaan aspek spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengen kebenaran Hadits sebagai dasar kedua bagi Pendidikan Islam.
Secara umum Hadits difahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan serta ketetapannya. Dan kepribadian Rasul sebagai uswatun hasanah yaitu contoh tauladan yang baik karena perilakunya senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh Allah SWT.[9]
Kemudian pedoman tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagad raya manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak dengan merujuk kepada kedua sumber asal (al-Qur’an dan Hadits) sebagai sumber pokok.[10] Sehingga diharapkan dari hasil pendidikan tersebut terbentuknya manusia Islam yang berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai agama Islam sebagai tujuan akhir dari Pendidikan Islam.
Berbicara tentang Pendidikan Islam di Indonesia sangat erat hubungannya dengan sejarah kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Sebagaimana pendapat Yunus yang menjelaskan bahwa sejarah Pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan masuknya agama tersebut ke Indonesia.[11] Dalam perjalanan yang panjang itupun sejarah Pendidikan Islam selalu mengalami pasang surut dalam babakan yang berbeda-beda dengan mengikuti situasi dan kondisi perjalanan tersebut.
Pendidikan Islam dimulai sejak kedatangan Islam ke Indonesia, namun secara pasti tidak diketahui bagaimana cara pendidikan pada masa permulaan Islam di Indonesia, seperti tentang buku yang dipakai, pengelola dan sisitem pendidikan. Yang pasti Pendidikan Islam pada waktu itu telah ada dalam bentuk sangat sederhana.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur bagaimana Islam dengan umatnya telah memainkan perannya dalam berbagai aspek. Oleh karena itu dalam rangka menelusuri sejarah Pendidikan Islam di Indonesia dengan periodisasinya tidak mungkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya. Fase yang dibahas dalam pembahasan ini adalah fase pada masa setelah kemerdekaan Indonesia atau masa orde lama (1945-1965)
3. Kondisi Pendidikan Islam awal Kemerdekaan
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan menyatakan diri sebagai negara yang berdasar Pancasila dengan demokrasi liberal pada waktu itu. Namun demokrasi yang diterapkan pada akhirnya hanya menimbulkan permasalahan konflik antar etnis, agama dan ideologi bagi rakyat Indonesia. Partisipasi politik hanya melahirkan harapan-harapan masyarakat yang tidak realistis, yang pada akhirnya menimbul-kan perpecahan dikalangan umat Islam.
Setelah kemerdekaan keadaan bangsa Indonesia berubah secara radikal. Situasi dan kondisi bagai sebuah ganjaran bagi para pahlawan nasional yang umumnya terdiri dari para ulama atau yang dijiwai oleh Islam. Kemerdekaan membuahkan manfaat yang sangat besar bagi kaum muslimin terutama di bidang pendidikan.
Berpijak pada dasar negara sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa yang berarti bahwa kehidupan beragama di Indonesia secara konstitusional dijamin keberadaannya sebagaimana termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 29. Sebagai jaminan konstitusional ini membawa suatu konsekuensi bahwa pemerintah tidak hanya menjamin kebebasan tiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya, melainkan juga sekaligus menjamin, melindungi, membina, mengembangkan serta memberi bimbingan dan pengarahan agar kehidupan beragama lebih berkembang, bergairah dan semarak, serasi dengan kebijaksanaan pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara.
Meski baru memproklamirkan kemerdekaan dan tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dan menentukan. Untuk itu dibentuk Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) dengan menunjuk Ki Hajar Dewantara sebagai pemegang jabatan tersebut.
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa perubahan-perubahan setelah kemerdekaan meliputi berbagai aspek, tidak hanya dalam bidang pemerintah tetapi juga dalam pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia.
Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-cita tersebut, maka bidang pendidikan mengalami perubahan diantaranya dengan menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 31. Selain itu juga menetapkan landasan idiilnya yang pada masa orde lama dengan berbagai peristiwa dapat dijelaskan bahwa landasan idiil pendidikan sebagai berikut:
  1. Tahun 1945-1949 ialah UUD 1945 dan Pancasila
  2. Tahun 1949 dengan terbentuknya RIS, di negara bagian timur dianut sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman Belanda.
  3. Tanggal 17 Agustus 1950 kembali pada NKRI, landasan idiil pendidikan UUDS RI.
  4. Pada tahun 1951 Presiden (Ir. Soekarno) mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto Politik RI menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta usaha Tama dan Panca Wardhana.
  5. Pada tahun 1965 setelah G 30 S/PKI kembali melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dalam membahas Maksud dan Tujuan pengajaran, maka pengajaran harus memberikan segala ilmu pengetahuan dan kepandaian umum yang perlu atau berguna bagi hidup lahir dan batin murid-murid dan pelajar-pelajar kelak sebagai warganegara dan sebagai anggota masyarakat dengan dasar kekeluargaan.[12]
Adapun sapta usaha tama ( tujuh usaha baik) adalah instruksi rencana jangka pendek dari mentri pp dan k  prof. Prijono antara lain:
1)      Penertiban aparatur dan usaha-usaha kementrian pp dan k.
2)      Menggiatkan kesenian dan olahraga
3)      Mengharuskan penabungan
4)      Mewajibkan usaha-usaha kooperasi
5)      Mengharuskan usaha halaman
6)      Mengadakan ‘kelas masyarakat’
7)      Membentuk regu kerja dikalangan SLTA dan universitas.
Adapun panca wardhana meliputi:
1)      Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasionalisme/ internasional/ keagamaan
2)      Perkembangan inteligensi
3)      Perkembangan emosionil artistic atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4)      Perkembangan keprigelan (kerajinan) tangan
5)      Perkembangan jasmani.[13]
Sementara itu juga diberikan batasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, hal ini disebabkan perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan yang di masyarakat tidak dikenal lagi. Dengan demikian setiap anak Indonesia dapat memilih kemana akan belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.[14]
4. Keberadaan Pendidikan Islam
Pada mulanya Islam digunakan dalam rangka mendukung partai politik Islam seperti NU, Muhammadiyah, Masyumi dan lain sebagainya. Namun pada waktu yang sama politisasi mengarah pada perpecahan antara partai Islam dan organisasi politik lainnya. Kuatnya perpolitikan intern partai dan pecahnya pemberontakan daerah yang disebabkan sentimen keislaman mengakibatkan hancurnya demokrasi.[15]
Untuk mendamaikan diantara partai politik yang bertikai, Presiden Indonesia (Ir. Soekarno) memberlakukan demokrasi terpimpin dengan maksud untuk menyatukan bangsa Indonesia yang dikenal dengan nasakom (nasional, agama dan komunisme).[16]
Sementara penyelenggaraan pendidikan agama pada awal kemerdekaan telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah baik pada lembaga pendidikan swasta maupun negeri. Hal ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga-lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945 yang menyebuntukan bahwa; Madrasah dan pesantren yang pada dasarnya merupakan satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dan menguat dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.[17]
Hal ini didasarkan atas kenyataan terpuruknya umat Islam pada masa penjajahan Belanda yang terpecah dalam segi intelektualitasnya. Penyebabnya antara lain:
  1. Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
  2. Politik nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama.[18]
Selain itu pemerintah juga tetap membina pendidikan agama secara formal melalui Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Atas kerjasama kedua departemen dikeluarkan beberapa peraturan-peraturan bersama untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Khusus untuk mengelola pendidikan agama yang diberikan pada sekolah-sekolah umum tersebut, maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta) yang berada dibawah naungan Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan.
Selanjutnya dari SKB tersebut secara khusus diperkuat lagi kedalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII pasal 20 sebagai berikut:
  1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
  2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Sementara itu pada Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama nomor 1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951 (Agama), diatur tentang peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam UU, yaitu:
Pasal 1:
Ditiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama.

Pasal 2:
1.    Di sekolah-sekolah rendah pendidikan agama dimulai pada kelas 4; banyaknya 2 jam dalam satu minggu

2. Di lingkungan yang istimewa, Pendidikan Agama dapat dimulai pada kelas 1, dan jamnya dapat ditambah menurut kebutuhan. Tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu, dengan ketentuan bahwa mutu pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh dikurangi dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah di lain-lain lingkungan.

Pasal 3
Di sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dan tingkatan atas, baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiap-tiap minggu.

Pasal 4:
1.    Pendidikan agama diberikan menurut agama murid masing-masing.

2.    Pendidikan agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya 10 orang, yang menganut suatu macam agama.

3.    Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain daripada agama yang sedang diajarkan pada suatu waktu boleh meninggalkan kelasnya selama pelajaran itu.



Dibidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan, dalam hal ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.
Begitulah keadaan Pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada zaman orde lama. Pada akhir orde lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat Islam, dimana timbulnya minat yang dalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementerian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
  1. Pesantren Klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah masyarakat yang hidup serta bekerja sama mengerjakan tanah milik pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
  2. Madrasah Diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun. Pelajaran berlangsung di dalam kelas, kira-kira 10 jam seminggu, di waktu sore, pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (4 tahun pada Sekolah Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah menyelesaikan pendidikan menengah negeri, murid-murid ini akan dapat diterima pada pada pendidikan agama tingkat akademi.
  3. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran umum. Biasanya tujuannya adalah menyediakan antara 60%-65% dari jadwal waktu untuk mata pelajaran umum dan antara 35%-40% untuk mata pelajaran agama.
  4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu Sekolah Dasar enam tahun, dimana perbandingan umum kira-kira 1 : 2. Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN (sekolah tambahan tahun ketujuh) murid dapat mengikuti pendidikan ketrampilan, misalnya pendidikan guru agama untuk Sekolah Dasar Negeri, setelahnya dapat diikuti latihan lanjutan dua tahun untuk menyelesaikan kursus guru agama untuk Sekolah Menengah.
  5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama dua tahun yang memberikan latihan ketrampilan sederhana. MIN 8 tahun ini merupakan pendidikan lengkap bagi para murid yang biasanya akan kembali ke kampungnya masing-masing.
  6. Pendidikan Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan resmi sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.[19]
5.   BeberapaFaktorKebijakanPendidikan Islam di Era Orde Lama
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P dan K. Oleh karena itu, maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Adapun pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiri.
Pendidikan agama Islam untuk umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. sebelum itu pendidikan agama sebagai ganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah. Pada bulan tersebut dikeluarkanlah peraturan bersama dua menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama dimulai  pada kelas IV SR (Sekolah Rakyat) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan Indonesia belum mantap, sehingga SKB dua menteri tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama sejak kelas I SR. Pemerintah membentuk Majlis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dari departemen Agama. Tugasnya adalah ikut mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum.
Pada tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P dan K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951, Nomor: 1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951 (Agama), yang isinya adalah:
  1. Pendidikan agama mulai diberikan di kelas IV Sekolah Rakyat.
  2. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama mulai diberikan pada kelas I SR, dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya dimulai pada kelas IV SR.
  3. Di sekolah lanjutan pertama atau tingkat atas, pendidikan agama diberikan sebanyak dua jam dalam seminggu.
  4. Pendidikan agama diberikan pada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
  5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Untuk menyempurnakan kurikulumnya, maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH. Imam Zarkasyi dar Pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.
Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek di bidang mental, agama, dan kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk budaya asing (Bab II, Pasal II: I).
Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai dari sekolah rendah sampai universitas. Dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid/ murid dewasa tidak menyatakan keberatannya”.
Pada tahun 1966, MPRS melakukan sidang, suasana pada waktu itu adalah membersihkan sisa-sisa mental G-30 S/ PKI. Dalam keputusannya di bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan yaitu dengan menghilangkan kalimat terakhir dari keputusan yang terdahulu. Denan demikian maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib para siswa mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.[20]
Dari beberapa pemaparan di atas tentang kondisi dan beberapa kebijakan Pendidikan Islam di era Orde Lama, seperti fatwa para ulama di pulau Jawa tentang kewajiban berjihad, SKB dua menteri, keputusan MPRS tahun 1966, dan kiprah Departemen Agama dalam memenuhi kebutuhan akan guru agama dapat disimpulkan bahwa  pemerintah pada masa itu telah memberikan perhatian terhadap pengembangan Pendidikan Islam.
Tetapi, sepertinya peranan umat Islam yang tergabung dalam pemerintahan pada saat itu belum cukup maksimal dalam mewarnai kebijakan-kebijakan Pendidikan Islam di sekolah-sekolah umum negeri pada masa itu. Fenomena ini dapat terlihat pada peraturan bersama dua menteri pada tahun 1946 dan SKB dua menteri pada tahun 1951 yang manyatakan bahwa pendidikan agama dimulai pada kelas IV SR sampai kelas VI SR, itupun dengan syarat bahwa dalam satu kelas minimal harus ada 10 murid dan para murid tersebut harus mendapatkan izin dari para orang tua atau wali murid. Dengan adanya peraturan tersebut, terlihat bahwa pengajaran agama masih sangat minim dan dapat dikatakan bahwa pelajaran agama hanya sebagai pelajaran tambahan dan bukan mata pelajaran yang wajib dan porsinya masih di bawah pelajaran-pelajaran umum.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena Indonesia dari tahun 1945 sampai tahun 1950 masih menghadapi Revolusi Fisik, sehingga perhatian pemerintah dan rakyat lebih tertuju pada masalah-masalah politik dan bagaimana mempertahankan negara dari ancaman musuh. Hal ini terlihat pada edaran dari Menteri PP dan K pertama Ki Hajar Dewantara yang menitik beratkan kepada para kepala sekolah dan guru agar menanamkan sikap nasionalisme kepada para siswa. Dan yang juga cukup besar pengaruhnya dalam penentuan peraturan pendidikan agama tersebut adalah pengaruh para tokoh nasionalis dan komunis yang ada di DPR dan MPR pada masa itu. Jika dilihat dalam beberapa peraturan dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah tentang pendidikan agama sampai 1965, semuanya menyertakan syarat “mendapatkan izin dari orang tua atau wali siswa” atau “orang tua atau wali siswa tidak meyatakan keberatannya”. Barulah pada tahun 1966 setelah PKI dibubarkan, peraturan harus mendapat izin dari orang tua atau wali siswa untuk mengikuti pelajaran agama dapat dihapuskan dan pelajaran agama menjadi hak wajib bagi semua siswa dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh wilayah Indonesia
Selanjutnya, yang paling menentukan perkembangan kependidikan agama khususnya Islam adalah peran aktif sekolah-sekolah swasta yang berlatar belakang Islam. Mereka dengan konsisten menjadikan pengajaran agama sebagai pelajaran wajib yang diajarkan kepada para siswa sejak kelas I SR, meskipun pada waktu itu pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa pengajaran agama dimulai dari kelas IV SR.[21]

  1. Kebijakan Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
Adapun kebijakan pemerintah terhadap pendidikan antara lain dengan ditetapkannya ketetapan MPR no.XXVII/ MPRS/1966 yang membawa perubahan dalam fungsi Pancasila untuk pendidikan.
Pasal 2-nya berbunyi: dasar pendidikan ialah falsafah Negara Pancasila.
Pasal 3-nya menyebutkan: tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan Isi UUD 1945.
Disini pancasila dijadikan dasar sekaligus tujuan dari pendidikan. Berbeda dengan UU Pendidikan No.4.jo no.12 Tahun 1950 yang menjadikan Pancasila sebagai dasar pendidikan saja. Selain itu lembaga legislative tertinggi itu menetapkan juga pada pasal 1 ;keharusan memberikan pendidikan agama pada semua tingkat pendidikan.
            Dalam pada itu ditegaskan dalam ketetapan MPR no.IV/ 1973 yang dikenal dengan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) merumuskan tujuan dan dasar pendidikan sebagai berikut: pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya , memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggungjawab, dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan ddisertai dengan budi pekerti yang luhur dan mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia dengan ketentuan sebagai yang termaktub dalam UUD 1945.[22]
            Kemudian daripada itu yang melaksanakan dasar tujuan pendidikan adalah sekolah-sekolah dari semua tingkat yang diatur dan diorganisasikan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam masa ini (orde baru ) , yaitu pelita 1 dalam pembangunan pendidikan timbul satu lembaga BPP (Badan Pengembangan Pendidikan) digantikan dengan BP3K (Badan Penelitian dan Pengembangan pendidikan dan kebudayaan.
                        Sedangkan disisi lain terdapat departemen menyelenggarakan pendidikan umum yaitu Departemen Agama, yang sejajar tarafnya dengan sekolah-sekolah yang diurus Departemen P dan K tetapi semua bercorak agama. Yang dilakukan oleh Departemen Agama adalah kelanjutan warisan kebudayaan Indonesia, yang penuh dengan pesantren dan madrasah , malahan telah juga memiliki tingkatan college pada masa penjajahan Belanda. Oleh Departemen Agama pesantren- pesantren itu diatur dan disesuaikan dengan semangat pembangunan. Kalau dulu pesantren-pesantren mengajarkan ilmu keagamaan saja, sekarang dianjurkan oleh menteri agama prof. Mukti Ali, supaya lulusan pesantren mempunyai pula salah satu keterampilan, seperti bertukang, berternak  (kompetensi  umum).[23]
Bersambung……… Bag. 2
WallahuA’lam Bi Showab..

Syair Pengakuan Dosa (Al-I’tirof)
Ditulis oleh Abu Nuwas Al-Hasan bin Hani Al-Hakami
(Dikenal LuasDenganNama Abu Nawas)

ألإعتراف

اِلٰهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ اَهْلاً # وَلَااَقْوَى عَلَى نَاِراْلجَحِيْمِ

فَهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذُنُوْبِيْ # فَاِّنَكَ غَافِرُ اّلذَنْبِ اْلعَظِيْمِ

ذُنُوبِيْ مِثْلُ اَعْدَادِ اّلِرمَالِ # فَهَبْ لِي تَوْبَةً يَاذَااْلجَلاَلِ

وَعُمْرِيْ نَاقِصٌ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ # وَذَنْبِيْ زَائِدٌ كَيْفَ اِحْتِمَالِ

اِلٰهِيْ عَبْدُكَ الْعَاصِي أَتاكَ # مُقِرًّا باِالذُنُوْبِ وَقَدْدَعاَكَ

فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْل # وَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُوْاسِوَاكَ


     
 Tuhanku... aku tidak layak memasuki syurga Firdaus # Dan aku pun tak mampu menahan siksa api Neraka
Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku # Sesungguhnya Engkaulah Pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku amatlah banyak bagai butiran pasir # Terimalah taubatku wahai Yang Maha Agung
Umurku berkurang setiap hari # Sedangkan dosa-dosaku terus bertambah Bagaimana aku sanggup menanggungnya?
Tuhanku...hamba-Mu yang durhaka ini datang bersimpuh menghadap-Mu # Mengakui dosa-dosa dan menyeru memohon kepada-Mu
Bila Kau mengampuni, Engkaulah Sang Pemilik Ampunan # Bila Kaucampakkan aku, kepada siapa aku mestiberharap selain dari-Mu?


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam., Al-Ma’arif:Bandung, 1989
Al-Syaebani, Omar Muhammad Al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. (terj.Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta, 1979.
Boland, BJ. Pergumulan Islam di Indonesia. Grafiti Pers: Jakarta, 1985.
Djaelani, HA. Timur. Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia,
  Hidakarya Agung: Jakarta, 1980.
Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia.      Itacha: New York, 1962.
Idris, Zahara. Dasar-Dasar Kependidikan. Angkasa, Bandung, 1981.
Marimba, Ahmad. D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif: Bandung, 1989.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Ciputat Press: Jakarta, 2002.
Saidi, HA. Ridwan. Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984. CV Rajawali: Jakarta, 1984.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hidakarya Agung: Jakarta, 1985.
SamsulNizar, Isu-IsuKontemporertentangPendidikan Islam, KalamMUlia: Jakarta, 2010
M.Said, Pendidikanabadkeduapuluh; denganlatarbelakangkebudayaannya, Jakarta:Mutiara, 1981
DirektoratjenderalPendidikan Islamdepartemen agama RI, Kumpulan Undang-UndangdanPeraturantentangpendidikan, DEPAG:Jakarta,  2007
M. SobriSutikno, PendidikanSekarangdanMasaDepan, NTP press:Mataram, 2006
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis.Jakarta: Ciputat Press, 2002.







[1]M.Said, Pendidikanabadkeduapuluh; denganlatarbelakangkebudayaannya, (Jakarta:Mutiara, 1981), h. 8
[2]Ibid., h. 10
[3]DirektoratjenderalPendidikan Islamdepartemen agama RI, Kumpulan Undang-UndangdanPeraturantentangpendidikan,  (Jakarta: DEPAG, 2007), h. 229
[4]Ibid., h 5
[5] M. SobriSutikno, PendidikanSekarangdanMasaDepan, (Mataram:NTP press, 2006), cet.ke-3, h. 4
[6]DEPAG, Op. Cit.
[8]Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 41.
[9]Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 35.
[10]Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaebani, Filsafat Pendidikan Islam. (terj.) Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 427.
[11]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), h. 6.
[12]M.Said, Op.Cit., h. 16
[13]Ibid., h.20
[14]Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981), h. 30.
[15]Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. (New York: Itacha, 1962), h. 2.
[16]BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), 106.
[17]HA. Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980), h. 135.
[18]HA. Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984. (Jakarta: CV Rajawali, 1984), h. 6.
[19]Boland, Op. Cit.,h. 117.
[21]Ibid.

[22]Ibid., h.22
[23] Ibid., h. 25