SEJARAH PAI DI INDONESIA SEJAK ORDE LAMA,
ORDE BARU, HINGGA ERA REFORMASI
(SebuahTelaah Historis Oleh : Drs. Alkomi Ashari, M.Pd.I)
Bag.Ke 1 (Satu)
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan secara umum bila ditilik dari segi sejarah sudah sangat tua,
karena tidak dapat dipisahkan dari perkembangan filsafat atau sama tuanya
dengan filsafat. Pendidikan sekarang
merupakan perkembangan dari pendidikan yang dimulai dari pertama kalinya berjalan. Yaitu ketika seseorang timbul
pertanyaan tentang sesuatu. Pendididikan Islam dilihat dari sejarah sama tuanya
dengan kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam perjalanan yang panjang
itupun Pendidikan Islam telah mengalami jatuh-bangun untuk terus membangun
bangsa Indonesia.
Semenjak Indonesia mencapai kemerdekaannya
dalam tahun 1945, kembalilah bangsa Indonesia mempunyai sistem pendidikannya
sendiri setelah selama penjajahan diberi pendidikan colonial oleh pemerintah
Belanda dan pendidikan berdasarkan agama Kristen oleh missi dan zending.
Sebelum masa penjajahan bangsa Indonesia telah mempunyai Pendidikan Islam dalam
bentuk pondok pesantren di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Pendidikan
dalam pondok pesantren ini telah melalui
zaman penjajahan dan sampai sekarang masih terus hidup, diasuh oleh Departemen
Agama. System pendidikan agama Islam ini lengkap pula dengan adanya tingkatan-tingkatan yang sama dengan
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Sekolah Tinggi di dalam Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan (Pendidikan Nasional-pent). Kedua system pendidikan itu paralel.
Bangsa Indonesia memasuki kemerdekaannya
tidaklah dengan rencana yang kosong dalam bidang pendidikan. Sebab bersamaan
dengan penyusunan Undang-Undang Dasar bekerja pula dalam Panitia Persiapan Penyelidik
Kemerdekaan Indonesia suatu ”sub Panitia Pendidikan dan Pengajaran” dengan
anggota-anggotanya: Ki Hajar Dewantoro (ketua), Prof. Dr. Husein jajadiningrat,
Prof.Dr. Asikin, Prof.Dr. Rooseno, Ki Bagus Hadji Hadikoesoemo, Kyai Hadji
Mansyhur.
Demikian perjuangan dari berbagai pihak untuk
membangun bangsa ini dengan fikiran dan fisiknya sampai masa sekarang, lalu
bagaimana kebijakan pemerintah terhadap Pendidikan Islam pada masa orde lama,
orde baru hingga era reformasi.
Tulisansederhana ini akan menganalisaseputarsejarahkebijakan pemerintah terhadap Pendidikan Agama Islam di Indonesia pada masa
orde lama, orde baru, hingga era reformasi.
B.
PEMBAHASAN
Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
dalam hal ini pendidikan umum disebut sebagai Pendidikan Nasional, pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap pada tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan merupakan proses
mendidik, yaitu suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya
mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, sehingga akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya. Setiap manusia pada umumnya menginginkan pendidikan. Makin banyak dan
makin tinggi pendidikan seseorangakanmemilikikualitas makin baik, bahkan, tiap warga
Negara diharapkan agar terus belajar sepanjang hayat. Dengan demikian,
pendidikan merupakan faktor prioritas yang perlu
dibangun dan ditingkatkan mutunya, baik di daerah pedesaan maupun di daerah
perkotaan.
Pendidikan adalah asset masa
depan suatu bangsa dalam membentuk Sumber Daya
Manusia yang berkualitas. Setiap daerah dituntut menciptakan pendidikan yang
bias menigkatkan kualitas SDM-nya sesuai dengan
situasi dan kebutuhan daerah. Namun peningkatan SDM ini perlu ditangani
oleh sistem pendidikan yang baik, pengelola yang professional, tenaga guru yang
bermutu, sarana belajar yang cukup, dan anggaran pendidikan yang cukup dan memadai. Selama ini semua
subsistem pendidikan tadi dikelola oleh pusat dan ketika otonomi daerah mulai dilaksanakan,
daerah akan semakin leluasa untuk menentukan sistem pendidikan yang akan
diterapkan didaerahnya. Namun, dalam rangka menyikapi realitas ini, daerah
tidak perlu terlalu berlebihan dengan mengesampingkan program nasional. Dalam
arti bahwa sistem yang digunakan di daerah, tetap mengacu pada program nasional
yaitu pemerataan pendidikan , peningkatan mutu, efesiensi, dan relevansi.
- Pengertian Pendidikan
Islam
Pendidikan Islam yaitu
bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu
bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yang
memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang bertujuan membentuk individu
menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan
isi pendidikan adalah mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).
Pendidikan Agama adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan.
Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Djamaluddin
(1999) Pendidikan Islam ialah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi yaitu
:
1) Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan
tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Peranan ini berkaitan
erat dengan kelanjutan hidup masyarakat sendiri.
2) Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan
peranan-peranan tersebut dari generasi tua kepada generasi muda.
3) Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memilihara
keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelanjutan
hidup suatu masyarakat dan peradaban.
4) Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik
hasil di akhirat.
An-Naquib Al-Atas yang dikutip oleh Ali mengatakan Pendidikan
Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan
dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat
Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan (1999: 10 ).
Adapun Mukhtar Bukhari yang dikutip oleh Halim Soebahar
mengatakan Pendidikan Ialam adalah seganap kegiatan yang dilakukan seseorang
atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa
dan keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan yang mendasarkan program
pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam (2002: 12).
Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang pendirian
dan penyelenggaraan didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk
mengejewantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaga
maupun dalam kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan (Soebahar2002:13).
Kendati dalam peta pemikiran Islam upaya menghubungkan Islam dengan
pendidikan masih diwarnai banyak perdebatan, namun yang pasti korelasi Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang mereka sejak
awal mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar baik secara ontologis, epistimologis maupun aksiologis.
Yang dimaksud dengan Pendidikan Islam disini adalah : pertama
ia merupakan suatu upaya atau proses yang dilakukan secara sadar dan
terencana membantu peserta didik melalui pembinaan asuhan bimbingan dan
pengembangan potensi mereka secara optimal agar nanti dapat memahami menghayati
dan mengamalkan ajaran islam sebagai keyakinan dan pandangan hidup demi
keselamatan di dunia dan akherat. Kedua merupakan usaha yang
sistimatis pragmatis dan metodologis dalam membimbing anak didik atau tiap
individu dalam memahami menghayati dan mengamalkan ajaran islam secara utuh
demi terbentuk kepribadian yang utama menurut ukuran islam. Dan ketiga
merupakan segala upaya pembinaan dan pengembangan potensi anak didik untuk
diarahkan mengikuti jalan yang islami demi memperoleh keutamaan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan di akherat.
Menurut Fadalahil Al-Jamali yang dikutip oleh Muzayyin
Arifin Pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan
yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah)
dan kemampuan ajar (2003: 18). Maka
dengan demikian Pendidikan Islam dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan
bahwa Pendidikan Islam sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia
baik dari aspek rohaniah jasmaniah
dan juga harus berlangsung secara hirarkis. oleh karena itu Pendidikan Islam
merupakan suatu proses kematangan perkembangan atau pertumbuhan baru dapat
tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses kearah tujuan
transformatif dan inovatif.
Pendidikan
Islam sebagaimana rumusan diatas menurut Abd Halim
Subahar ( 1992 : 64) memiliki beberapa prinsip yang membedakan dengan
pendidikan lain. Prinsip Pendidikan Islam antara lain :
·
Prinsip tauhid
·
Prinsip Integrasi
·
Prinsip Keseimbangan
·
Prinsip persamaan
·
Prinsip pendidikan seumur hidup dan
·
Prinsip keutamaan.
Sedangkan tujuan Pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :
·
Untuk membentuk akhlakul karimah.
·
Membantu pesertadidikdalammengembangkanaspek kognitif, afektif dan psikomotorik guna memahami menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai pedoman hidup sekaligus sebagai control terhadap pola fikir, pola laku dan sikap mental.
·
Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dangan membentuk mereka menjadi manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia memiliki pengetahuan dan keterampilan berkepribadian integrative mandiri dan menyadari sepenuh peranan dan tanggung jawab diri di muka bumi ini sebagai Abdullah dan khalifatullah.
Dengan demikian sesungguh Pendidikan Islam tak saja fokus
pada education for the brain tetapi juga pada education for the heart.
Dalam pandangan Islam karena salah satu misi utama Pendidikan Islam adalah
dalam rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin maka ia
harus seimbang sebab bila ia hanya focus pada pengembangan kreatifitas rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional maka manusia tak
akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri bahkan yang terjadi adalah demoralisasi
yang menyebabkan manusia kehilangan identitas dan mengalami kegersangan
psikologis, dia terperangkap pada kejumawaan dunia scientific approach/knowledge yang selalu bicara sebatas pada disiplin
ilmu pengetahuan teoritis semata akan tetapi tanpa sadar lupa betapa pentingnya
nilai estetika dan etika, budi pekerti luhur dan akhlakul karimah
Demikian pula Pendidikan Islam mesti bersifat integralistik ituberartikarenaia harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh
kesatuan jasmani rohani kesatuan intelektual emosional dan spiritual
kesatuan pribadi dan sosial dan kesatuan dalam melangsungkan mempertahankan dan
mengembangkan hidup dan kehidupannya.
Pendidikan Islam merupakan pewarisan dan perkembangan
budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran dasar agama Islam
yakni al-Qur’an dan al-Hadits.
Sebagaimana dijelaskan bahwa “dasar Pendidikan Islam sudah jelas dan tegas,
yaitu firman Tuhan dan sunah Rasulullah SAW., kalau pendidikan diibaratkan
bangunan, maka al-Qur’an dan
haditslah yang menjadi fundamennya”
Menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai
dasar Pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan
pada keyakinan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua
sumber tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat di buktikan dalam
sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman pertama dalam Islam al-Qur’an tidak ada sedikitpun keraguan padanya. Ia tetap
terpelihara kesucian dan kebenarannya, baik dalam pembinaan aspek spiritual
maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula dengen kebenaran Hadits sebagai dasar kedua bagi Pendidikan
Islam.
Secara umum Hadits difahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan
kepada nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan serta ketetapannya.
Dan kepribadian Rasul sebagai uswatun hasanah yaitu contoh
tauladan yang baik karena perilakunya senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh
Allah SWT.
Kemudian
pedoman tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk qiyas syar’i,
ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam bentuk hasil pemikiran
yang menyeluruh dan terpadu tentang jagad raya manusia, masyarakat dan bangsa,
pengetahuan kemanusiaan dan akhlak dengan merujuk kepada kedua sumber asal
(al-Qur’an dan Hadits) sebagai sumber pokok.
Sehingga diharapkan dari hasil pendidikan tersebut terbentuknya manusia Islam
yang berkepribadian sesuai dengan nilai-nilai agama Islam sebagai tujuan akhir
dari Pendidikan Islam.
Berbicara
tentang Pendidikan Islam di Indonesia sangat erat hubungannya dengan sejarah
kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Sebagaimana pendapat Yunus yang
menjelaskan bahwa sejarah Pendidikan Islam di Indonesia sama tuanya dengan
masuknya agama tersebut ke Indonesia.
Dalam perjalanan yang panjang itupun sejarah Pendidikan Islam selalu mengalami
pasang surut dalam babakan yang berbeda-beda dengan mengikuti situasi dan
kondisi perjalanan tersebut.
Pendidikan
Islam dimulai sejak kedatangan Islam ke Indonesia, namun secara pasti tidak diketahui
bagaimana cara pendidikan pada masa permulaan Islam di Indonesia, seperti
tentang buku yang dipakai, pengelola dan sisitem pendidikan. Yang pasti Pendidikan
Islam pada waktu itu telah ada dalam bentuk sangat sederhana.
Pendidikan
Islam itu bahkan menjadi tolak ukur bagaimana Islam dengan umatnya telah
memainkan perannya dalam berbagai aspek. Oleh karena itu dalam rangka
menelusuri sejarah Pendidikan Islam di Indonesia dengan periodisasinya tidak
mungkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya. Fase yang dibahas dalam
pembahasan ini adalah fase pada masa setelah kemerdekaan Indonesia atau masa
orde lama (1945-1965)
3. Kondisi Pendidikan Islam awal Kemerdekaan
Indonesia
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan mayoritas penduduk beragama Islam
dan menyatakan diri sebagai negara yang berdasar Pancasila dengan demokrasi
liberal pada waktu itu. Namun demokrasi yang diterapkan pada akhirnya hanya
menimbulkan permasalahan konflik antar etnis, agama dan ideologi bagi rakyat
Indonesia. Partisipasi politik hanya melahirkan harapan-harapan masyarakat yang
tidak realistis, yang pada akhirnya menimbul-kan perpecahan dikalangan umat
Islam.
Setelah
kemerdekaan keadaan bangsa Indonesia berubah secara radikal. Situasi dan
kondisi bagai sebuah ganjaran bagi para pahlawan nasional yang umumnya terdiri
dari para ulama atau yang dijiwai oleh Islam. Kemerdekaan membuahkan manfaat
yang sangat besar bagi kaum muslimin terutama di bidang pendidikan.
Berpijak pada
dasar negara sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa yang berarti bahwa
kehidupan beragama di Indonesia secara konstitusional dijamin keberadaannya
sebagaimana termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 29. Sebagai jaminan
konstitusional ini membawa suatu konsekuensi bahwa pemerintah tidak hanya
menjamin kebebasan tiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya, melainkan juga sekaligus
menjamin, melindungi, membina, mengembangkan serta memberi bimbingan dan
pengarahan agar kehidupan beragama lebih berkembang, bergairah dan semarak,
serasi dengan kebijaksanaan pemerintah dalam membina kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Meski baru memproklamirkan
kemerdekaan dan tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah
berbenah diri terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup
vital dan menentukan. Untuk itu dibentuk Kementrian Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan (PP dan K) dengan menunjuk Ki Hajar Dewantara sebagai pemegang
jabatan tersebut.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, bahwa perubahan-perubahan setelah kemerdekaan meliputi
berbagai aspek, tidak hanya dalam bidang pemerintah tetapi juga dalam
pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan perubahan
yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan
pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia.
Untuk
mengadakan penyesuaian dengan cita-cita tersebut, maka bidang pendidikan
mengalami perubahan diantaranya dengan menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan
dan aspirasi rakyat sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasal 31. Selain itu
juga menetapkan landasan idiilnya yang pada masa orde lama dengan berbagai peristiwa
dapat dijelaskan bahwa landasan idiil pendidikan sebagai berikut:
- Tahun 1945-1949 ialah UUD 1945 dan
Pancasila
- Tahun 1949 dengan terbentuknya RIS, di
negara bagian timur dianut sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman
Belanda.
- Tanggal 17 Agustus 1950 kembali pada
NKRI, landasan idiil pendidikan UUDS RI.
- Pada tahun 1951 Presiden (Ir. Soekarno)
mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 1945 dan menetapkan Manifesto Politik
RI menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta usaha Tama
dan Panca Wardhana.
- Pada tahun 1965 setelah G 30 S/PKI
kembali melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dalam membahas
Maksud dan Tujuan pengajaran, maka pengajaran harus memberikan segala ilmu
pengetahuan dan kepandaian umum yang perlu atau berguna bagi hidup lahir dan
batin murid-murid dan pelajar-pelajar kelak sebagai warganegara dan sebagai
anggota masyarakat dengan dasar kekeluargaan.
Adapun sapta
usaha tama ( tujuh usaha baik) adalah instruksi rencana jangka pendek dari
mentri pp dan k prof. Prijono antara
lain:
1) Penertiban aparatur dan usaha-usaha kementrian pp dan k.
2) Menggiatkan kesenian dan olahraga
3) Mengharuskan penabungan
4) Mewajibkan usaha-usaha kooperasi
5) Mengharuskan usaha halaman
6) Mengadakan ‘kelas masyarakat’
7) Membentuk regu kerja dikalangan SLTA dan universitas.
Adapun panca
wardhana meliputi:
1) Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral
nasionalisme/ internasional/ keagamaan
2) Perkembangan inteligensi
3) Perkembangan emosionil artistic atau rasa keharuan dan
keindahan lahir batin
4) Perkembangan keprigelan (kerajinan) tangan
Sementara itu
juga diberikan batasan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, hal ini
disebabkan perbedaan agama, sosial, ekonomi dan golongan yang di masyarakat
tidak dikenal lagi. Dengan demikian setiap anak Indonesia dapat memilih kemana
akan belajar, sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
4. Keberadaan Pendidikan Islam
Pada mulanya
Islam digunakan dalam rangka mendukung partai politik Islam seperti NU, Muhammadiyah,
Masyumi dan lain sebagainya. Namun pada waktu yang sama politisasi mengarah
pada perpecahan antara partai Islam dan organisasi politik lainnya. Kuatnya
perpolitikan intern partai dan pecahnya pemberontakan daerah yang disebabkan
sentimen keislaman mengakibatkan hancurnya demokrasi.
Untuk
mendamaikan diantara partai politik yang bertikai, Presiden Indonesia (Ir.
Soekarno) memberlakukan demokrasi terpimpin dengan maksud untuk menyatukan
bangsa Indonesia yang dikenal dengan nasakom (nasional, agama dan
komunisme).
Sementara
penyelenggaraan pendidikan agama pada awal kemerdekaan telah mendapat perhatian
khusus dari pemerintah baik pada lembaga pendidikan swasta maupun negeri. Hal
ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga-lembaga tersebut
sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP)
pada tanggal 27 Desember 1945 yang menyebuntukan bahwa; Madrasah dan pesantren
yang pada dasarnya merupakan satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan
rakyat jelata yang sudah berakar dan menguat dalam masyarakat Indonesia
umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan
dan bantuan material dari pemerintah.
Hal ini
didasarkan atas kenyataan terpuruknya umat Islam pada masa penjajahan Belanda yang
terpecah dalam segi intelektualitasnya. Penyebabnya antara lain:
- Sikap dan kebijaksanaan pemerintah
kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
- Politik nonkooperatif para ulama
terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda,
termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama.
Selain itu
pemerintah juga tetap membina pendidikan agama secara formal melalui Departemen
Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Atas kerjasama kedua departemen
dikeluarkan beberapa peraturan-peraturan bersama untuk mengelola pendidikan
agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.
Khusus untuk
mengelola pendidikan agama yang diberikan pada sekolah-sekolah umum tersebut,
maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara
Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan
agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta) yang berada dibawah naungan
Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan.
Selanjutnya
dari SKB tersebut secara khusus diperkuat lagi kedalam UU Nomor 4 tahun 1950
pada BAB XII pasal 20 sebagai berikut:
- Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan
pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti
pelajaran tersebut.
- Cara penyelenggaraan pengajaran agama di
sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh
Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri
Agama.
Sementara itu
pada Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama nomor 1432/Kab.
Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951
(Agama), diatur tentang peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah
sebagaimana yang dimaksud dalam UU, yaitu:
Pasal 1:
|
Ditiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum
dan kejuruan) diberi pendidikan agama.
|
|
Pasal 2:
|
1. Di sekolah-sekolah rendah pendidikan agama
dimulai pada kelas 4; banyaknya 2 jam dalam satu minggu
|
|
|
2. Di lingkungan yang istimewa, Pendidikan
Agama dapat dimulai pada kelas 1, dan jamnya dapat ditambah menurut
kebutuhan. Tetapi tidak melebihi 4 jam seminggu, dengan ketentuan bahwa mutu
pengetahuan umum bagi sekolah-sekolah rendah itu tidak boleh dikurangi
dibandingkan dengan sekolah-sekolah rendah di lain-lain lingkungan.
|
|
Pasal 3
|
Di sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dan
tingkatan atas, baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan,
diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiap-tiap minggu.
|
|
Pasal 4:
|
1. Pendidikan agama diberikan menurut agama
murid masing-masing.
|
|
|
2. Pendidikan agama baru diberikan pada
sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya 10 orang, yang menganut
suatu macam agama.
|
|
|
3. Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama
lain daripada agama yang sedang diajarkan pada suatu waktu boleh meninggalkan
kelasnya selama pelajaran itu.
|
|
|
|
|
|
|
|
Dibidang
kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan, dalam hal
ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH Imam Zarkasyi dari Pondok
Pesantren Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada
tahun 1952.
Begitulah
keadaan Pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada zaman orde
lama. Pada akhir orde lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat
Islam, dimana timbulnya minat yang dalam terhadap masalah-masalah pendidikan
yang dimaksudkan untuk memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi
Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementerian Agama telah
mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan
menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
- Pesantren Klasik, semacam sekolah swasta
keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan
pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran
keagamaan serta pelaksanaan ibadah masyarakat yang hidup serta bekerja
sama mengerjakan tanah milik pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan
sendiri.
- Madrasah Diniyah, yaitu sekolah-sekolah
yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia
7 sampai 20 tahun. Pelajaran berlangsung di dalam kelas, kira-kira 10 jam
seminggu, di waktu sore, pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (4 tahun
pada Sekolah Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah
menyelesaikan pendidikan menengah negeri, murid-murid ini akan dapat
diterima pada pada pendidikan agama tingkat akademi.
- Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren
yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga
diberikan pelajaran umum. Biasanya tujuannya adalah menyediakan antara
60%-65% dari jadwal waktu untuk mata pelajaran umum dan antara 35%-40%
untuk mata pelajaran agama.
- Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu
Sekolah Dasar enam tahun, dimana perbandingan umum kira-kira 1 : 2.
Pendidikan selanjutnya dapat diikuti pada MTsN (sekolah tambahan tahun
ketujuh) murid dapat mengikuti pendidikan ketrampilan, misalnya pendidikan
guru agama untuk Sekolah Dasar Negeri, setelahnya dapat diikuti latihan
lanjutan dua tahun untuk menyelesaikan kursus guru agama untuk Sekolah
Menengah.
- Suatu percobaan baru telah ditambahkan
pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus
selama dua tahun yang memberikan latihan ketrampilan sederhana. MIN 8
tahun ini merupakan pendidikan lengkap bagi para murid yang biasanya akan kembali
ke kampungnya masing-masing.
- Pendidikan Teologi
tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan resmi sejak tahun 1960 pada
IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua fakultas di Yogyakarta
dan dua fakultas di Jakarta.
5. BeberapaFaktorKebijakanPendidikan Islam di Era Orde Lama
Di
tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina
pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan
pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen
Agama dan Departemen P dan K. Oleh karena itu, maka dikeluarkanlah
peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Adapun
pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiri.
Pendidikan
agama Islam untuk umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan
Desember 1946. sebelum itu pendidikan agama sebagai ganti pendidikan budi
pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di
masing-masing daerah. Pada bulan tersebut dikeluarkanlah peraturan bersama dua
menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang
menetapkan bahwa pendidikan agama dimulai pada kelas IV SR (Sekolah
Rakyat) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan Indonesia belum mantap,
sehingga SKB dua menteri tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.
Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama sejak
kelas I SR. Pemerintah membentuk Majlis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam
pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K
dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dari departemen Agama. Tugasnya adalah ikut
mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran pengajaran agama yang diberikan di
sekolah umum.
Pada
tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia,
maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin
disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud
Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P dan K, hasil dari
panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951, Nomor:
1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20
Januari 1951 (Agama), yang isinya adalah:
- Pendidikan agama mulai diberikan di kelas IV
Sekolah Rakyat.
- Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya
kuat, maka pendidikan agama mulai diberikan pada kelas I SR, dengan
catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak berkurang dibandingkan dengan
sekolah lain yang pendidikan agamanya dimulai pada kelas IV SR.
- Di sekolah lanjutan pertama atau tingkat atas,
pendidikan agama diberikan sebanyak dua jam dalam seminggu.
- Pendidikan agama diberikan pada murid-murid
sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau
wali.
- Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan
agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Untuk
menyempurnakan kurikulumnya, maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH. Imam
Zarkasyi dar Pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri
Agama pada tahun 1952.
Dalam
sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut:
“Melaksanakan Manipol Usdek di bidang mental, agama, dan kebudayaan dengan
syarat spiritual dan material agar setiap warga negara dapat mengembangkan
kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk
budaya asing (Bab II, Pasal II: I).
Dalam
ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata
pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai dari sekolah rendah sampai
universitas. Dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan
agama jika wali murid/ murid dewasa tidak menyatakan keberatannya”.
Pada
tahun 1966, MPRS melakukan sidang, suasana pada waktu itu adalah membersihkan
sisa-sisa mental G-30 S/ PKI. Dalam keputusannya di bidang pendidikan agama
telah mengalami kemajuan yaitu dengan menghilangkan kalimat terakhir dari
keputusan yang terdahulu. Denan demikian maka sejak tahun 1966 pendidikan agama
menjadi hak wajib para siswa mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi
Umum Negeri di seluruh Indonesia.
Dari
beberapa pemaparan di atas tentang kondisi dan beberapa kebijakan Pendidikan
Islam di era Orde Lama, seperti fatwa para ulama di pulau Jawa tentang
kewajiban berjihad, SKB dua menteri, keputusan MPRS tahun 1966, dan kiprah
Departemen Agama dalam memenuhi kebutuhan akan guru agama dapat disimpulkan
bahwa pemerintah pada masa itu telah memberikan perhatian terhadap
pengembangan Pendidikan Islam.
Tetapi,
sepertinya peranan umat Islam yang tergabung dalam pemerintahan pada saat itu
belum cukup maksimal dalam mewarnai kebijakan-kebijakan Pendidikan Islam di
sekolah-sekolah umum negeri pada masa itu. Fenomena ini dapat terlihat pada
peraturan bersama dua menteri pada tahun 1946 dan SKB dua menteri pada tahun
1951 yang manyatakan bahwa pendidikan agama dimulai pada kelas IV SR sampai
kelas VI SR, itupun dengan syarat bahwa dalam satu kelas minimal harus ada 10
murid dan para murid tersebut harus mendapatkan izin dari para orang tua atau
wali murid. Dengan adanya peraturan tersebut, terlihat bahwa pengajaran agama
masih sangat minim dan dapat dikatakan bahwa pelajaran agama hanya sebagai
pelajaran tambahan dan bukan mata pelajaran yang wajib dan porsinya masih di
bawah pelajaran-pelajaran umum.
Hal
ini kemungkinan disebabkan karena Indonesia dari tahun 1945 sampai tahun 1950
masih menghadapi Revolusi Fisik, sehingga perhatian pemerintah dan rakyat lebih
tertuju pada masalah-masalah politik dan bagaimana mempertahankan negara dari
ancaman musuh. Hal ini terlihat pada edaran dari Menteri PP dan K pertama Ki
Hajar Dewantara yang menitik beratkan kepada para kepala sekolah dan guru agar
menanamkan sikap nasionalisme kepada para siswa. Dan yang juga cukup besar
pengaruhnya dalam penentuan peraturan pendidikan agama tersebut adalah pengaruh
para tokoh nasionalis dan komunis yang ada di DPR dan MPR pada masa itu. Jika
dilihat dalam beberapa peraturan dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah
tentang pendidikan agama sampai 1965, semuanya menyertakan syarat “mendapatkan
izin dari orang tua atau wali siswa” atau “orang tua atau wali siswa tidak
meyatakan keberatannya”. Barulah pada tahun 1966 setelah PKI dibubarkan,
peraturan harus mendapat izin dari orang tua atau wali siswa untuk mengikuti
pelajaran agama dapat dihapuskan dan pelajaran agama menjadi hak wajib bagi
semua siswa dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh
wilayah Indonesia
Selanjutnya,
yang paling menentukan perkembangan kependidikan agama khususnya Islam adalah
peran aktif sekolah-sekolah swasta yang berlatar belakang Islam. Mereka dengan
konsisten menjadikan pengajaran agama sebagai pelajaran wajib yang diajarkan
kepada para siswa sejak kelas I SR, meskipun pada waktu itu pemerintah
mengeluarkan peraturan bahwa pengajaran agama dimulai dari kelas IV SR.
- Kebijakan Pendidikan Agama Islam Masa Orde Baru
Adapun
kebijakan pemerintah terhadap pendidikan antara lain dengan ditetapkannya
ketetapan MPR no.XXVII/ MPRS/1966 yang membawa perubahan dalam fungsi Pancasila
untuk pendidikan.
Pasal 2-nya
berbunyi: dasar pendidikan ialah falsafah Negara Pancasila.
Pasal 3-nya
menyebutkan: tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia pancasilais
sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945
dan Isi UUD 1945.
Disini
pancasila dijadikan dasar sekaligus tujuan dari pendidikan. Berbeda dengan UU
Pendidikan No.4.jo no.12 Tahun 1950 yang menjadikan Pancasila sebagai dasar
pendidikan saja. Selain itu lembaga legislative tertinggi itu menetapkan juga
pada pasal 1 ;keharusan memberikan pendidikan agama pada semua tingkat
pendidikan.
Dalam pada itu ditegaskan dalam
ketetapan MPR no.IV/ 1973 yang dikenal dengan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan
Negara) merumuskan tujuan dan dasar pendidikan sebagai berikut: pembangunan di
bidang pendidikan didasarkan atas falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk
membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya , memiliki pengetahuan dan
keterampilan, dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggungjawab, dapat
menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan ddisertai dengan budi pekerti yang luhur dan
mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia dengan ketentuan sebagai yang termaktub
dalam UUD 1945.
Kemudian daripada itu yang
melaksanakan dasar tujuan pendidikan adalah sekolah-sekolah dari semua tingkat
yang diatur dan diorganisasikan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan.
Dalam masa ini (orde baru ) , yaitu pelita 1 dalam pembangunan pendidikan
timbul satu lembaga BPP (Badan Pengembangan Pendidikan) digantikan dengan BP3K
(Badan Penelitian dan Pengembangan pendidikan dan kebudayaan.
Sedangkan disisi lain
terdapat departemen menyelenggarakan pendidikan umum yaitu Departemen Agama,
yang sejajar tarafnya dengan sekolah-sekolah yang diurus Departemen P dan K
tetapi semua bercorak agama. Yang dilakukan oleh Departemen Agama adalah
kelanjutan warisan kebudayaan Indonesia, yang penuh dengan pesantren dan
madrasah , malahan telah juga memiliki tingkatan college pada masa penjajahan
Belanda. Oleh Departemen Agama pesantren- pesantren itu diatur dan disesuaikan
dengan semangat pembangunan. Kalau dulu pesantren-pesantren mengajarkan ilmu
keagamaan saja, sekarang dianjurkan oleh menteri agama prof. Mukti Ali, supaya
lulusan pesantren mempunyai pula salah satu keterampilan, seperti bertukang,
berternak (kompetensi umum).
Bersambung……… Bag. 2
WallahuA’lam Bi Showab..
Syair Pengakuan Dosa (Al-I’tirof)
Ditulis oleh Abu Nuwas
Al-Hasan bin Hani Al-Hakami
(Dikenal LuasDenganNama
Abu Nawas)
ألإعتراف
اِلٰهِيْ لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ
اَهْلاً # وَلَااَقْوَى عَلَى نَاِراْلجَحِيْمِ
فَهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ
ذُنُوْبِيْ # فَاِّنَكَ غَافِرُ اّلذَنْبِ اْلعَظِيْمِ
ذُنُوبِيْ مِثْلُ اَعْدَادِ اّلِرمَالِ # فَهَبْ لِي
تَوْبَةً يَاذَااْلجَلاَلِ
وَعُمْرِيْ نَاقِصٌ فِيْ كُلِّ
يَوْمٍ # وَذَنْبِيْ زَائِدٌ كَيْفَ اِحْتِمَالِ
اِلٰهِيْ عَبْدُكَ الْعَاصِي أَتاكَ # مُقِرًّا
باِالذُنُوْبِ وَقَدْدَعاَكَ
فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْل # وَإِنْ تَطْرُدْ
فَمَنْ نَرْجُوْاسِوَاكَ
Tuhanku... aku tidak layak memasuki syurga
Firdaus # Dan aku pun tak mampu menahan siksa api Neraka
Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku # Sesungguhnya
Engkaulah Pengampun dosa-dosa besar
Dosa-dosaku amatlah banyak bagai butiran pasir #
Terimalah taubatku wahai Yang Maha Agung
Umurku berkurang setiap hari # Sedangkan dosa-dosaku
terus bertambah Bagaimana aku sanggup menanggungnya?
Tuhanku...hamba-Mu yang durhaka ini datang bersimpuh
menghadap-Mu # Mengakui dosa-dosa dan menyeru memohon kepada-Mu
Bila Kau mengampuni, Engkaulah Sang Pemilik Ampunan
# Bila Kaucampakkan aku, kepada siapa aku mestiberharap selain dari-Mu?
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam., Al-Ma’arif:Bandung, 1989
Al-Syaebani,
Omar Muhammad Al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. (terj.Hasan
Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta, 1979.
Boland, BJ. Pergumulan
Islam di Indonesia. Grafiti Pers: Jakarta, 1985.
Djaelani, HA.
Timur. Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia,
Hidakarya Agung:
Jakarta, 1980.
Feith,
Herbert. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Itacha: New
York, 1962.
Idris, Zahara.
Dasar-Dasar Kependidikan. Angkasa, Bandung, 1981.
Marimba,
Ahmad. D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif: Bandung,
1989.
Nizar, Samsul.
Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Ciputat Press: Jakarta, 2002.
Saidi, HA.
Ridwan. Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984. CV
Rajawali: Jakarta, 1984.
Yunus, Mahmud.
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hidakarya Agung: Jakarta, 1985.
SamsulNizar, Isu-IsuKontemporertentangPendidikan Islam, KalamMUlia: Jakarta, 2010
Ahmad. D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Al-Ma’arif,
1989), h. 41.
Omar Muhammad
Al-Toumy Al-Syaebani, Filsafat Pendidikan Islam. (terj.) Hasan
Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 427.
Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1985), h. 6.
Zahara Idris, Dasar-Dasar
Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981), h. 30.
Herbert Feith,
The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. (New York: Itacha,
1962), h. 2.
HA. Timur
Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1980), h. 135.